26 September 2008

Seks, Kunci Harmoni Keluarga


URUSAN keluarga, finansial, dan aktivitas seksual suami-istri. Itu tiga pokok persoalan seputar kehidupan rumah tangga. Dua yang pertama mempengaruhi 30-40% keharmonisan. Seks? Efeknya mencapai 80-90%! 

Zoya Dianaesthika Jusung, psikolog yang mendalami permasalahan seksual, menjelaskan hal itu. Seks, menurutnya, merupakan faktor yang sangat penting dalam kehidupan rumah tangga. Ironisnya, retaknya keharmonisan rumah tangga justru kerap dipicu urusan seks. 

Sebenarnya, seks bukan masalah rumit asalkan pasangan tahu apa yang harus dilakukan. Sayangnya, tidak banyak pria yang memperhatikan kepuasan seksual pasangannya. 

‘’Tak jarang wanita melakukan fake orgasm atau pura-pura orgasme,’’ kata Zoya.

Jika hal itu sampai terjadi, tentu, efek psikologisnya membebani keharmonisan rumah tangga. Selain menipu diri dan pasangan, fake orgasm tidak akan menambah rasa percaya diri pasangan. 

Zoya mengatakan, komunikasi adalah hal terpenting dalam urusan seks. Pasangan harus bisa saling terbuka dan mengungkapkan apa yang mereka rasakan satu sama lain. 

Biasanya, si pria sibuk memikirkan apakah ia sanggup memuaskan pasangannya atau sebaliknya. Sementara si wanita sibuk bertanya-tanya apakah tubuhnya sudah cukup seksi di mata pasangannya.

Layaknya hidangan full set menu, seks yang memuaskan terdiri atas tiga tahap. Ketiganya adalah foreplay, intercourse, dan afterplay. Berdasarkan riset Global Better Sex Survey (GBSS) di 27 negara, termasuk Indonesia pada 2006, 50% pasangan di dunia belum sepenuhnya puas dengan kehidupan seks mereka.

‘’Jadi, satu tahap terabaikan, aktivitas seks jadi kurang memuaskan dan bisa menimbulkan hubungan yang tidak nyaman bagi kedua belah pihak,’’ kata Prof Wimpie Pangkahila, Guru Besar dan Ketua Pusat Studi Andrologi dan Seksologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Bali. 

Setiap hubungan seks yang normal akan melalui suatu reaksi seksual dengan orgasme sebagai puncaknya. Suatu reaksi seksual yang sempurna akan berlangsung melalui empat fase. 

Keempat fase itu adalah fase rangsangan (excitement phase), fase datar (plateu phase), fase orgasme (orgasm phase), dan fase resolusi (resolution phase). Reaksi seksual yang sempurna ini disebut siklus reaksi seksual.

Aktivitas hubungan seks, pada tahap foreplay, biasanya pasangan saling membangkitkan gairah. Wanita pada umunya paling menyukai kegiatan ini, tapi kebanyakan pria cenderung melewatkannya. Idealnya, kegiatan ini dilakukan bersama demi mencapai kepuasan seks bersama pula. 

Di tahap intercourse, ditandai penetrasi penis pada vagina. Berdasarkan hasil GBSS, kekerasan ereksi jadi faktor terpenting dalam mencapai hubungan seks yang memuaskan. Tapi, faktanya, hanya sepertiga dari pria dan wanita yang puas dengan kondisi kekerasan ereksi. Tercatat 48% pria mengaku punya masalah ereksi dalam hubungan seksnya.

Kekerasan ereksi sendiri terbagi empat skala yang disebut Erection Hardness Score. Tahap pertama diumpamakan seperti tapai; penis dalam keadaan normal. Tahap kedua seperti pisang rebus; penis mulai mengeras tapi belum cukup keras untuk melakukan pentrasi. 

Tahap ketiga; penis seperti sosis, sudah keras dan bisa melakukan penetrasi, tapi belum mencapai kekerasan yang diinginkan. Tahap keempat adalah tahap yang diidamkan setiap pasangan; penis diumpamakan mentimun.

Kepuasan pada tahap intercourse inilah yang kemudian terbawa hingga ke afterplay. Biasanya, di tahap ini, kondisi tubuh normal dan mampu digunakan pasangan untuk menikmati kepuasan seks bersama. 

Sebaiknya pasangan saling terbuka untuk membahas pengalaman seks yang baru terjadi. Tidak perlu malu mengungkapkan apa yang baru saja dirasakan bersama.

Hubungan pernikahan dijamin langgeng jika didukung komunikasi yang terbuka, jujur, dan lancar, baik di meja makan maupun di ranjang.

‘’Komunikasi yang lancar dan hubungan seks yang memuaskan adalah kunci utama langgengnya pernikahan,’’ tandas Zoya.

Sudah seperti itukah Anda dan pasangan Anda? (sumber : inilah.com)

Tidak ada komentar: