Dalam sebuah studi di tahun 2007 yang didanai oleh sebuah organisasi yang menentang tindakan peng-khitan-an, dan dipublikasikan dalam jurnal BJU International, ditemukan sebuah perbedaan dalam sensitivitas terhadap sentuhan antara kaum lelaki yang di-khitan dan yang tidak di-khitan. Perbedaan itu adalah bahwa para lelaki yang di-khitan memiliki sensitivitas yang lebih rendah terhadap sentuhan hampir di seluruh bagian penis.
Para peneliti berpendapat bahwa bagian-bagian dari penis yang dihilangkan saat disunat mengandung bagian-bagian yang paling sensitif dari penis. Studi ini memang tak bisa dianggap sebagai sebuah kesimpulan yang 'paten', tapi paling tidak bisa menjadi sebuah informasi bagi kita saat memikirkan tentang hubungan antara sensitivitas seksual dan sunat.
Jika banyaknya ujung-ujung syaraf dalam penis adalah salah satu cara untuk mengukur sensitifitas seksual, tapi bagaimana pendapat para lelaki saat ditanya dengan pengaruh sunat dalam kehidupan seksual mereka? Dengan kata lain, jika terjadi penurunan sensitivitas, apakah mereka bisa benar-benar membedakan 'rasa'-nya?
Hasil penelitian terbaru yang dipublikasikan oleh BJU International pada bulan Januari 2008 lalu menunjukkan bahwa sunat tak mempengaruhi kepuasan seksual ataupun mengakibatkan rasa sakit selama dan sesudah hubungan intim.
Maka, yang perlu digarisbawahi adalah bahwa bisa jadi sunat mempengaruhi sensitivitas secara fisik dari penis, namun hal itu tak lantas mempengaruhi kepuasan seksual secara keseluruhan.
Dalam prakteknya, para lelaki yang telah disunat masih memiliki 'kepala' penis yang merupakan bagian yang paling sensitif dari tubuh. Jadi paling tidak masih ada 'sensor' lain yang bisa diandalkan sebagai penerima rangsangan bukan? (sumber : kapanlagi.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar